Jumat, 19 September 2014

Artikel Pertama ku..



Menjadi Guru Matematika Idola

Oleh : Ike Fitri Wardani
(Guru Matematika SMAN 1 Timpeh, Kab.Dharmasraya)



Bagi sebagian peserta didik, matematika merupakan  mata pelajaran yang menyenangkan dan menantang. Sebaliknya, ada juga yang menganggap sebagai “hantu” yang bergentayangan dan membuat peserta didik takut untuk mempelajarinya.
Berbagai anggapan tentang mata pelajaran  matematika terdapat dalam benak peserta didik. Salah satunya sosok guru yang mengajarkan mata pelajaran itu sendiri. Berbagai macam gaya guru dalam mengajar, ada guru yang mengajarkan dengan gaya tegas, terlalu formal, dan sedikit garang. Hal ini akan membuat peserta didik tidak berminat  belajar matematika.
Sebaliknya bagi guru yang mengajarkan matematika dengan gaya yang santai, bersahabat, dan murah senyum, malah  akan membuat peserta didik meremehkan mata pelajaran matematika.
Setelah digali informasi dan pendapat dari beberapa peserta didik di sekolah penulis, ada beberapa pandangan tentang guru matematika yang mereka hadapi mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Berikut pendapat mereka :
Belajar matematika dengan Bapak/Ibuk itu menyenangkan, karena murah senyum dan tidak suka marah-marah”
“Matematika selalu membuat saya pusing, karena materinya sulit dipahami dan saya tidak terlalu suka hitung-hitungan”
“Saya malas belajar matematika karena saat saya bertanya pada guru matematika saya dulu, beliau malah marah dan membuat saya malu, memang sih saya tidak mengerti makanya saya bertanya. Tapi semenjak itu saya jadi tidak mau lagi untuk bertanya jika belajar matematika. Jadinya inilah hasilnya, nilai matematika saya selalu ala kadarnya”
“Sudahlah pelajarannya susah, guru nya killer pula, saya jadi tidak berminat”
“Guru matematika saya terlalu santai, kurang tegas, sehingga setiap pelajaran matematika selalu tidak kondusif karena teman-teman sering keluar masuk bergantian, ngobrol saat guru menjelaskan, padahal kan pelajaran matematika sulit dan perlu konsentrasi. Saya jadi tidak nyaman belajar matematika seperti itu. Kalau pelajaran yang tidak hitung-hitungan oke lah, tapi ini kan matematika”
Terlalu tegas, dikatakan guru killer, terlalu santai dikatakan tidak cocok dengan beban materi yang butuh konsentrasi. Lalu bagaimanakah gaya mengajar guru mata pelajaran matematika agar bisa disenangi oleh peserta didik. Hal yang menjadi masalah adalah seperti apa seharusnya sosok guru ideal yang membuat peserta didik agar ketagihan belajar matematika.
William Arthur Ward membagi empat macam tipe guru dalam mengajar. Pertama, guru biasa-biasa saja, kedua, guru yang baik,  ketiga guru yang pintar dan keempat guru yang bisa menyemai inspirasi. Guru yang bisa menyemai inspirasilah yang akan membuat proses pembelajaran lebih menarik dan dirindukan oleh peserta didiknya.
Tidak mudah menjadi guru matematika yang baik,, menyenangkan, dikagumi, dan dihormati oleh peserta didik, mengingat matematika memang pelajaran yang membutuhkan nalar dan keseriusan yang tinggi. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.
Diantaranya berusaha tampil di muka kelas dengan prima, menguasai materi pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati peserta didik bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang disampaikan.
Kita harus sadar bahwa peserta didik memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda. Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa mengerti. Jika guru matematika sadar akan hal itu, maka peserta didik akan merasa nyaman dan tidak takut belajar matematika.
Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada peserta didik yang bertanya sehingga menjadikan peserta didik tidak berani bertanya lagi. Jika hal ini terjadi, maka kita akan dianggap guru matematika yang killer.
Berusaha selalu ceria di muka kelas. Tidak membawa persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar. Kendalikan emosi, tidak mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku peserta didik.
Kita harus ingat bahwa peserta didik yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emosinya, berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita. Apalagi, mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, peserta didik menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.
Mengajar matematika di era teknologi nan canggih ini, memang harus punya trik agar peserta didik melirik kita. Jangan sampai matematika terkalahkan oleh game online atau sensasi media sosial yang bisa membuat hati mereka kadang bahagia, senang, takut ketinggalan informasi, berebut untuk mencari tau lebih awal daripada teman-temannya, mengoleksi sebanyak-banyaknya, berkali-kali mencoba, gagal, mencoba lagi, gagal lagi, mencoba lagi hingga sampai finish, meng update versi terbaru. Tak sehari pun terlewatkan tanpa game online dan media sosial.
Hal seperti inilah yang harusnya kita jadikan sebagai suatu pemikiran. Bagaimana belajar matematika dijadikan suatu kebutuhan, yang membuat mereka senang, bahagia bila berhasil memecahkan soal-soal yang diberikan. Takut tidak memiliki buku pegangan dan reverensi tentang materi yang sedang dipelajari. Berebut mencari buku matematika di perpustakaan.
Selalu menjadikan soal-soal matematika sebagai tantangan yang harus dipecahkan, trial and error, gagal coba lagi sampai bertemu hasil nya sebagai solusi dari masalah tersebut. Tak sehari pun tanpa soal-soal matematika. Karena kunci sukses belajar matematika adalah latihan.

Jadilah guru matematika yang diidolakan oleh peserta didik sehingga mata pelajaran matematika tidak ditakuti lagi oleh peserta didik. Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar