Menjadi Guru Matematika Idola
Oleh
: Ike Fitri Wardani
(Guru
Matematika SMAN 1 Timpeh, Kab.Dharmasraya)
|
|
Bagi
sebagian peserta didik, matematika merupakan
mata pelajaran yang menyenangkan dan menantang. Sebaliknya, ada juga
yang menganggap sebagai “hantu” yang bergentayangan dan membuat peserta didik
takut untuk mempelajarinya.
Berbagai
anggapan tentang mata pelajaran matematika
terdapat dalam benak peserta didik. Salah satunya sosok guru yang mengajarkan
mata pelajaran itu sendiri. Berbagai
macam gaya guru dalam mengajar, ada guru yang mengajarkan dengan gaya tegas,
terlalu formal, dan sedikit garang. Hal ini akan membuat peserta didik tidak
berminat belajar matematika.
Sebaliknya
bagi guru yang mengajarkan matematika dengan gaya yang santai, bersahabat, dan
murah senyum, malah akan membuat peserta
didik meremehkan mata pelajaran matematika.
Setelah
digali informasi dan pendapat dari beberapa peserta didik di sekolah penulis,
ada beberapa pandangan tentang guru matematika yang mereka hadapi mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Berikut
pendapat mereka :
”Belajar matematika dengan Bapak/Ibuk itu
menyenangkan, karena murah senyum dan tidak suka marah-marah”
“Matematika selalu
membuat saya pusing, karena materinya sulit dipahami dan saya tidak terlalu
suka hitung-hitungan”
“Saya malas belajar
matematika karena saat saya bertanya pada guru matematika saya dulu, beliau
malah marah dan membuat saya malu, memang sih saya tidak mengerti makanya saya
bertanya. Tapi semenjak itu saya jadi tidak mau lagi untuk bertanya jika
belajar matematika. Jadinya inilah hasilnya, nilai matematika saya selalu ala
kadarnya”
“Sudahlah pelajarannya
susah, guru nya killer pula, saya jadi tidak berminat”
“Guru matematika saya
terlalu santai, kurang tegas, sehingga setiap pelajaran matematika selalu tidak
kondusif karena teman-teman sering keluar masuk bergantian, ngobrol saat guru
menjelaskan, padahal kan pelajaran matematika sulit dan perlu konsentrasi. Saya
jadi tidak nyaman belajar matematika seperti itu. Kalau pelajaran yang tidak
hitung-hitungan oke lah, tapi ini kan matematika”
Terlalu
tegas, dikatakan guru killer, terlalu
santai dikatakan tidak cocok dengan beban materi yang butuh konsentrasi. Lalu
bagaimanakah gaya mengajar guru mata pelajaran matematika agar bisa disenangi
oleh peserta didik. Hal yang menjadi masalah adalah seperti apa seharusnya
sosok guru ideal yang membuat peserta didik agar ketagihan belajar matematika.
William
Arthur Ward membagi empat macam tipe guru dalam mengajar. Pertama, guru
biasa-biasa saja, kedua, guru yang baik,
ketiga guru yang pintar dan keempat guru yang bisa menyemai inspirasi. Guru
yang bisa menyemai inspirasilah yang akan membuat proses pembelajaran lebih
menarik dan dirindukan oleh peserta didiknya.
Tidak mudah menjadi guru matematika yang baik,, menyenangkan,
dikagumi, dan dihormati oleh peserta didik, mengingat matematika memang
pelajaran yang membutuhkan nalar dan keseriusan yang tinggi. Ada beberapa hal
yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru
yang baik dan berhasil.
Diantaranya berusaha tampil di muka kelas dengan prima, menguasai materi pelajaran yang
akan diberikan kepada peserta didik. Berbicaralah yang jelas dan lancar
sehingga terkesan di hati peserta didik bahwa kita benar-benar tahu segala
permasalahan dari materi yang disampaikan.
Kita harus sadar bahwa peserta didik memiliki
tingkat kepandaian yang berbeda-beda. Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang,
ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa
mengerti. Jika guru matematika sadar akan hal itu, maka peserta didik akan
merasa nyaman dan tidak takut belajar matematika.
Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara
marah-marah bila ada peserta didik yang bertanya sehingga menjadikan peserta
didik tidak berani bertanya lagi. Jika hal ini terjadi, maka kita akan dianggap
guru matematika yang killer.
Berusaha selalu ceria di muka kelas. Tidak membawa
persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas
sewaktu kita mulai dan sedang mengajar. Kendalikan emosi, tidak mudah marah di kelas
dan jangan mudah tersinggung karena perilaku peserta didik.
Kita harus ingat
bahwa peserta didik yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emosinya,
berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya
dan berbeda dengan kebiasaan kita. Apalagi, mungkin pendidikan di rumah dari
orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di
kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, peserta didik menjadi tegang.
Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran
yang kita berikan.
Mengajar
matematika di era teknologi nan canggih ini, memang harus punya trik agar
peserta didik melirik kita. Jangan sampai matematika terkalahkan oleh game online
atau sensasi media sosial yang bisa membuat hati mereka kadang bahagia,
senang, takut ketinggalan informasi, berebut untuk mencari tau lebih awal
daripada teman-temannya, mengoleksi sebanyak-banyaknya, berkali-kali mencoba,
gagal, mencoba lagi, gagal lagi, mencoba lagi hingga sampai finish, meng update versi terbaru. Tak sehari pun
terlewatkan tanpa game online dan
media sosial.
Hal seperti
inilah yang harusnya kita jadikan sebagai suatu pemikiran. Bagaimana belajar
matematika dijadikan suatu kebutuhan, yang membuat mereka senang, bahagia bila
berhasil memecahkan soal-soal yang diberikan. Takut tidak memiliki buku
pegangan dan reverensi tentang materi yang sedang dipelajari. Berebut mencari
buku matematika di perpustakaan.
Selalu
menjadikan soal-soal matematika sebagai tantangan yang harus dipecahkan, trial and error, gagal coba lagi sampai
bertemu hasil nya sebagai solusi dari masalah tersebut. Tak sehari pun tanpa
soal-soal matematika. Karena kunci sukses belajar matematika adalah latihan.
Jadilah guru matematika yang
diidolakan oleh peserta didik sehingga mata pelajaran matematika tidak ditakuti lagi oleh peserta didik. Semoga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar